Raja Cyrus II: Pendiri Kekaisaran Achaemenid

Raja Cyrus II: Pendiri Kekaisaran Achaemenid

Raja Cyrus II, juga dikenal sebagai Cyrus Agung, adalah pendiri Kekaisaran Achaemenid dan salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah kuno. Ia memerintah dari tahun 559 hingga 530 SM dan dikenang karena penaklukan militernya, reformasi administratifnya, dan promosi toleransi beragama dan budaya.

Cyrus II lahir sekitar tahun 600 SM di wilayah Persia, yang sekarang menjadi Iran. Ia berasal dari keluarga bangsawan dan mewarisi takhta Anshan, sebuah kerajaan kecil di Persia. Namun, Cyrus mempunyai ambisi di luar kerajaannya sendiri dan berusaha memperluas kekuasaan dan pengaruhnya.

Cyrus memulai serangkaian kampanye militer yang pada akhirnya mengarah pada berdirinya Kekaisaran Achaemenid, salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah. Dia pertama kali menaklukkan Kekaisaran Median, yang diperintah oleh kakeknya, dan kemudian menaklukkan Kekaisaran Lydia di Anatolia. Cyrus kemudian mengalihkan perhatiannya ke Kekaisaran Neo-Babilonia yang dipimpin oleh Raja Nabonidus. Pada tahun 539 SM, Cyrus merebut Babilonia dan menyatakan dirinya sebagai penguasa kerajaan besar yang membentang dari Laut Mediterania hingga Sungai Indus.

 

Kebijakan Raja Cyrus II

 

Salah satu pencapaian Cyrus yang paling menonjol adalah kebijakan toleransi beragama dan budaya. Tidak seperti banyak penakluk pada masanya, Cyrus mengizinkan orang-orang yang ditaklukkannya untuk mempertahankan adat istiadat, agama, dan bahasa mereka sendiri.

Dia mengeluarkan Cyrus Cylinder yang terkenal, yang dianggap sebagai salah satu deklarasi hak asasi manusia paling awal. Silinder tersebut menyatakan bahwa Cyrus membebaskan penduduk Babilonia dari penindasan dan mengizinkan mereka kembali ke tanah air dan membangun kembali kuil mereka.

Cyrus juga menerapkan reformasi administratif yang membantu mengatur kerajaannya yang luas secara efektif. Ia mendirikan sistem satrapi, atau provinsi, yang masing-masing diperintah oleh seorang satrap yang melapor langsung kepada raja.

Sistem ini memungkinkan adanya otonomi daerah dengan tetap mempertahankan kendali pusat. Cyrus juga mendorong perdagangan dan perdagangan, yang membantu merangsang pertumbuhan ekonomi di dalam kekaisaran.

Terlepas dari keberhasilan militer dan pencapaian administratifnya, pemerintahan Cyrus bukannya tanpa tantangan. Ia menghadapi pemberontakan dari berbagai daerah di kerajaannya. Namun, ia mampu mempertahankan kendali dan memperluas kerajaannya melalui kombinasi kekuatan militer, diplomasi, dan pemerintahan yang bijaksana.

BACA JUGA : Raja Henry VIII: Raja Kontroversial dalam Sejarah Inggris

Raja Cyrus II tewas dalam pertempuran pada tahun 530 SM saat berkampanye melawan Massagetae, suku nomaden di Asia Tengah. Putranya, Cambyses II, menggantikannya sebagai penguasa Kekaisaran Achaemenid.

Warisan Cyrus sebagai penakluk besar, penguasa bijaksana, dan pendukung toleransi beragama dan budaya terus dirayakan hingga saat ini. Kerajaannya meletakkan dasar bagi kerajaan Persia di kemudian hari dan meninggalkan dampak abadi pada sejarah dan budaya dunia kuno.