Genosida Rwanda: Babak Kelam Dalam Sejarah Manusia

Genosida Rwanda: Babak Kelam Dalam Sejarah Manusia

Genosida Rwanda, juga dikenal sebagai Genosida terhadap Tutsi, terjadi di Rwanda pada tahun 1994. Ini adalah pembantaian massal kelompok etnis Tutsi oleh anggota pemerintahan mayoritas Hutu. Genosida tersebut berlangsung selama kurang lebih 100 hari, dari tanggal 7 April hingga pertengahan Juli 1994.

Akar genosida dapat ditelusuri kembali ke era kolonial ketika orang Belgia lebih menyukai suku Tutsi dibandingkan Hutu, yang menyebabkan perpecahan etnis yang mendalam. Setelah Rwanda memperoleh kemerdekaan pada tahun 1962, ketegangan antara kedua kelompok tersebut terus meningkat, dipicu oleh kesenjangan politik dan ekonomi.

Pemicu genosida adalah pembunuhan Presiden Rwanda Juvénal Habyarimana, seorang Hutu, pada tanggal 6 April 1994. Ekstremis Hutu menggunakan peristiwa ini sebagai kesempatan untuk melancarkan kampanye kekerasan terencana terhadap Tutsi. Stasiun radio dan media lainnya memainkan peran penting dalam menyebarkan propaganda kebencian dan menghasut kekerasan terhadap Tutsi.

Selama genosida tersebut, diperkirakan 800.000 hingga 1 juta orang Tutsi, serta Hutu moderat, dibunuh secara sistematis. Pembunuhan tersebut dilakukan oleh milisi Hutu, yang dikenal sebagai Interahamwe, serta warga biasa yang didorong untuk berpartisipasi dalam kekerasan tersebut. Pembunuhan tersebut brutal dan sering kali melibatkan penggunaan parang, pentungan, dan senjata kasar lainnya.

Komunitas internasional, termasuk PBB, banyak dikritik karena kegagalannya melakukan intervensi dan mencegah genosida. Meskipun terdapat pasukan penjaga perdamaian PBB di Rwanda, yang dikenal sebagai UNAMIR, misi tersebut sangat kekurangan dana dan tidak memiliki mandat untuk melakukan intervensi secara efektif.

Akhir Genosida Rwanda

Genosida berakhir pada pertengahan Juli 1994 ketika Front Patriotik Rwanda (RPF), kelompok pemberontak Tutsi yang dipimpin oleh Paul Kagame, merebut ibu kota Kigali. Kemenangan RPF menandai dimulainya era baru di Rwanda, dengan Kagame menjadi presiden negara tersebut dan memulai proses rekonsiliasi dan pembangunan kembali nasional.

BACA JUGA : Thomas Malthus: Bapak Pendiri Teori Kependudukan

Sejak genosida, Rwanda telah mencapai kemajuan signifikan dalam hal pembangunan ekonomi dan kohesi sosial. Negara ini telah menerapkan berbagai langkah untuk mendorong persatuan dan rekonsiliasi. Termasuk pembentukan pengadilan berbasis komunitas yang dikenal sebagai pengadilan Gacaca untuk mengadili tersangka genosida.